sukagilagilaan.blogspot.com

Selasa, 23 Juli 2013

Bangsa Ini Mendekati Kehancuran

Keberagaman kehidupan beragama dalam masyarakat akan menjadi sebuah keuntungan, atau malah menjadi bumerang yang akan menghancurkan suatu bangsa itu sendiri. Akan menjadi keuntungan ketika dibina dan diarahkan secara tepat, karena dapat menjadi kekuatan dalam menjalankan pembangunan bangsa dan negara. Menjadi kerugian ketika tidak bisa diatur dan dikelola dengan baik, karena akan timbul suatu persaingan bahkan pertentangan antar umat beragama. Pertentangan yang terjadi akan menyebabkan pertikaian mulai dari percekcokan, olok-olok, bahkan perkelahian yang akan membuat bangsa ini kocar-kacir. Tragedi Poso yang terjadi pada tahun 1998 merupakan contoh konflik yang disebabkan adanya sintimen keagamaan yang melatarbelakangi pemilihan bupati pada bulan Desember di tahun tersebut.
Selain karena kecemburuan keagamaan, perpecahan juga disebabkan oleh ketidaknyamanan kaum mayoritas dengan adanya kaum minoritas yang berbeda dengan mereka. Sehingga kaum mayoritas merasa risih dan ingin menyingkirkan
kaum minor. Sehingga muncul fitnah-fitnah yang memberatkan kaum minoritas. Dalam kehidupan beragama Islam, kaum mayoritas menganggap kaum minoritas itu sesat karena tidak sesuai atau tidak sama dengan apa yang kaum mayoritas lakukan. Kebencian-kebencian kaum mayoritas bukan hanya sekedar kebencian. Mereka yang merasa tidak sesuai dengan kaum minoritas selalu menggunjing bahkan mengganggu kehidupan kaum minoritas. Sehingga membuat kaum minoritas
merasa tertekan.
Kaum mayoritas sepertinya merasa kurang puas jika hanya mengganggu kaum minoritas. Kekerasan pun muncul untuk memenuhi hati busuk mereka. Seperti yang terjadi di Sampang, Madura, 26 Agustus 2012. Para anak-anak warga syi’ah pada hari itu berencana untuk pergi keluar desa bersama orang tua mereka. Diantaranya ada yang akan melanjutkan studi dan ada yang berkunjung kerumah sanak familidi luar desa. Ketika para rombongan menaiki kendaraan yang mereka sewa, tiba-tiba puluhan lelaki dewasa yang bersenjata tajam menghadang para warga dan melarang mereka agar tidak meninggalkan desa pada hari itu. Bahkan para lelaki non syi’ah tersebut mengancam akan membakar mobil yang mereka tumpangi.
Begitu kejamnya yang kaum mayoritas lakukan, sepertinya prikemanusiaan memang sudah tidak ada lagi di dalam hati dan fikiran mereka. Tidak seharusnya kaum minoritas diperlakukan semena-mena karena sebenarnya mereka memang tidak mempunyai salah sedikit pun. Mereka hanya menjalankan apa yang mereka percayai. Sejak kecil mereka diajari untuk mempercayai dan menyembah Yang Maha Kuasa dengan cara mereka sendiri. Tidak ada salahnya mereka berbeda. Kaum mayoritas yang membenci mereka saja juga melakukan apa yang diajarkan orang tuanya. Tidak ada bedanya kaum mayoritas dan minoritas. Hanya saja jumlah kaum minoritas lebih sedikit.
Kembali ke pengertian awal, beragama adalah menjadikan suatu ajaran agama sebagai jalan dan pedoman hidup berdasarkan keyakinan bahwa jalan tersebut adalah jalan yang benar. Karena bersumber dari keyakinan diri, maka yang paling menentukan keberagamaan seseorang adalah hati nurani. Oleh karena itu agama adalah urusan paling pribadi. Disini pihak mayoritas tidak mempunyai hak untuk campur tangan dengan masalah agama yang diyakini oleh kaum minoritas. Kebebasan beragama juga sudah diatur dalam undang-undang dasar 1945, yaitu dalam pasal 29 ayat 2. Jadi, kaum minoritas juga mempunyai hak untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinan mereka.
Personil kaum mayoritas kebanyakan hanya ikut-ikutan saja membenci kaum minoritas karena mereka tidak mau dikucilkan dan dianggap berbeda. Mereka merupakan orang-orang yang munafik dan malu menunjukkan diri mereka sebenarnya. Mereka hanya bisa bersembunyi dan ikut-ikut menghujat kaum yang seharusnya dibela dan dilindungi. Sepertinya pengertian tentang toleransi yang sejak sekolah dasar diajarkan sudah mereka pendam dalam-dalam. Mereka lebih mengedepankan gengsi dan ego. Mereka tidak memikirkan apa yang terjadi dan menimpa saudara-saudaranya.
Negara yang disebut sebagai pemerintah pun sepertinya tidak bisa menjadi tali pertolongan untuk menarik keluar masalah yang sedang membelenggu ini. Mereka cenderung melakukan pembiaran dan menganggap masalah ini hanya sebagai persoalan yang sudah biasa terjadi. Seperti yang terjadi pada syi’ah Sampang, Madura. Pemerintah baru turun tangan ketika masalah sudah terjadi. Bahkan untuk menyelesaikan masalah menimbulkan masalah baru yang tentunya merugikan  kaum syi’ah. Pemerintah merelokasi kaum syi’ah ke tempat yang jauh dari daerah asal mereka. Hal itu menyebabkan mereka jauh dari saudara. Selain itu mereka tidak bisa melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan, yaitu berkebun karena tempat yang tidak mendukung.
Toleransi beragama kelihatannya memang sudah mati di negeri ini. Negeri yang selalu menjunjung tinggi toleransi beragama dan kepercayaan, bahkan sudah diatur oleh konstitusi. Semuanya dirusak oleh orang-orang yang menggemari kekerasan. Ironinya, kekerasan yang terjadi kebanyakan mempunyai latar belakang keagamaan. Perbedaan keyakinan dalam beragama sekarang lebih sering digunakan sebagai alasan untuk menyalakan obor permusuhan yang menyebabkan perpecahan persaudaraan yang telah dipelihara selama puluhan tahun ini. Sebagian besar publik hanya diam saja dan melihat serta mengikuti segala perkembangannya. Tetapi tidak ada sedikit pun tindakan untuk menolak atau mengurangi kerusuhan yang terjadi. Mereka hanya melakukan banyak pembicaraan tidak berguna di belakang.
Negeri ini apakah selamanya akan selamanya akan tetap seperti ini? Kalau memang seperti itu negeri ini tidak lama lagi akan mengalami kehancuran. Melihat semakin bertambahnya konflik-konflik yang berkedok dan mengatasnamakan agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar