Malam itu sudah larut banget, aku lupa jam
berapa. Aku duduk bersila di atas karpet, di teras sebuah bangunan tua, tanpa
jaket, aku hanya mengenakan kaos dan jeans jebol-jembol.
Aku merasakan tubuhku lemas, aku menyandarkan tubuhku ke dinding. Aku mulai
menyulutkan api ke ujung batang nikotin yang kuemut ujung lainnya. Kunikmati
sedotan pertama, kurasakan asap memenuhi paru-paruku. Lalu asap itu kutiupkan
kembali keluar tubuhku sambil melihat ke sekelilingku
Di depanku hanya terlihat dinding, ku tolehkan
kepalaku ke kanan terlihat pekatnya malam. Teman-temanku sudah tidur semua,
posisinya tidak beraturan dan memang biasanya juga seperti itu. Aku kembali
menyandarkan kepalaku ke dinding, kupejamkan mata sambil ku nikmati setiap
sedotan nikotin itu.
Angin mulai menusuk kulit menembus tulang. Tak
lama kemudian gerimis mengetuk-ketuk genteng di atas kepalaku “tik, tik, tik”. Malam itu aku
benar-benar kedinginan. Aku mencari-cari dengan menoleh-nolehkan kepalaku. Oh,
ternyata jaketku dipakai selimut temanku. Aku bersandar kembali, kulingkarkan
tangan kiriku di depan dadaku. Aku terus menikmati nikotin itu sambil
memejamkan mata.
Hujan semakin deras dan suaranya semakin
mengerikan, “Srraaaa…”. Tubuhku
semakin kedinginan. Seluruh tubuhku merinding. Aku mulai tidak bisa merasakan
telapak kakiku. Sampai sebatang nikotin ditanganku bergetar seraya getaran
tanganku. Sedotan demi sedotan aku menikmati sebatang nikotin itu sambil
menahan dingin. Aku benar-benar tidak kuat. Apa yang harus kulakukan? Aku
seperti orang sakau saai itu.
Aku dikejutkan oleh sesuatu yang bergerak di
pahaku. Aku spontan melihatnya, ternyata jempol tangan “cewek itu”
bergerak-gerak di pahaku yang terbungkus jeansku, kelihatannya dia belum tidur.
Saat itu dia tengkurap dengan menghadapkan kepalanya ke lantai bertumpu dengan
tangan kirinya. Tangan kanannya yang membuat aku kaget tadi.
Rasanya benar-benar geli. Aku mencoba menahan,
tapi semakin menahnya aku merasa semakin geli. Aku mencoba menghentikan
tangannya dengan tangan kiriku. Dengan cepat aku memegang tangannya, untuk
menjauhkannya dari pahaku. Tapi aku tidak tahu kenapa pegangan yang kulakukan
terasa begitu nyaman.
Gerakan jempolnya kini kurasakan bergerak di
atas jempolku. Semakin lama semakin nyaman. Ini sepetri mimpi. Aku coba
menggerakkan jempolku juga menyentuk jari telunjuknya, rasanya begitu halus,
aku mulai mengelu-elusnya. Sangat lembut, aku sampai melupakan kalau saat itu
aku kedinginan. Aku tidak tahu, tapi tiba-tiba jari-jariku masuk ke rongga
jari-jarinya. Dia hanya diam, gerakan jarinyapun berhenti. Tapi ini begitu
nyaman, sangat nyaman. Aku merebahkan tubuhku dengan tanpa melepas tanganku
dari tangannya. Dan aku tertidur.
Tidak tahu berapa lama aku tertidur, aku kaget
dia tiba-tiba terbangun dan melepaskan pegangan tanganku. Aku tidak tahu dia mengingatnya atau tidak. Aku takut, apakah dia
marah padaku? Oh, aku telah melakukan kesalahan besar. Apa yang telah
kulakukan? Aku benar-benar takut. Apakah dia akan memaafkanku?
Aku coba menenangkan diri dan memejamkan
mataku. Aku sangat gelisah saat itu. Aku ingin cepat tertidur. Aku ingin hilang
ingatan seketika. Apa yang harus kulakukan? Meminta maaf padanya? Kalau dia tidak menyadari perbuatanku malah aneh. Oh, aku
benar-benar bingung.
Aku tidak ingat kapan aku tertidur. Saat aku
membuka mata, mata hari sudah keluar seperti menertawakanku.
Faiz Palker